BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah Sosial adalah perbedaan antara harapan dan kenyataan atau sebagai kesenjangan antara situasi yang ada dengan
situasi yang seharusnya (Jenssen, 1992). Masalah sosial dipandang oleh sejumlah
orang dalam masyarakat sebagai sesuatu kondisi yang tidak diharapkan.
Menurut Lesli, masalah sosial sebagai suatu kondisi yang mempunyai pengaruh
terhadap kehidupan sebagian besar warga masyarakat sebagai sesuatu yang tidak
diinginkan atau tidak disukai dan karena perlunya untuk diatasi atau
diperbaiki. Suatu masalah baru
dapat dikatakan sebagai masalah sosial apabila kondisinya dirasakan oleh banyak
orang. Namun,tidak ada batasan mengenai berapa jumlah orang yang harus merasakan masalah tersebut. Jika
suatu masalah mendapat perhatian dan pembicaraan yang lebih dari satu orang, masalah
tersebut adalah masalah sosial.
Masalah sosial muncul akibat terjadinya
perbedaan yang mencolok antara nilai dalam masyarakat dengan realita yang ada.
Yang dapat menjadi sumber masalah sosial yaitu seperti proses sosial dan
bencana alam. Adanya masalah sosial dalam masyarakat ditetapkan oleh lembaga
yang memiliki kewenangan khusus seperti tokoh masyarakat, pemerintah,
organisasi sosial, musyawarah masyarakat, dan lain sebagainya.
Masalah sosial dapat dikategorikan menjadi 4 (empat) jenis faktor, yakni antara lain :
1. Faktor Ekonomi : Kemiskinan, pengangguran, dll.
2. Faktor Budaya : Perceraian, kenakalan remaja, dll.
3. Faktor Biologis : Penyakit menular, keracunan makanan, dsb.
4. Faktor Psikologis : penyakit syaraf, aliran sesat, dsb
5. Faktor Pendidikan
Masalah sosial dapat dikategorikan menjadi 4 (empat) jenis faktor, yakni antara lain :
1. Faktor Ekonomi : Kemiskinan, pengangguran, dll.
2. Faktor Budaya : Perceraian, kenakalan remaja, dll.
3. Faktor Biologis : Penyakit menular, keracunan makanan, dsb.
4. Faktor Psikologis : penyakit syaraf, aliran sesat, dsb
5. Faktor Pendidikan
Banyak sekali permasalahan social budaya
yang ada di Indonesia, namun pendidikan adalah masalah yang paling penting yang
harus segera diatasi, terutama di daerah pedesaan lebih khususnya lagi
pendidikan untuk para kaum hawa. Pendidikan tidak bisa dilepaskan dengan
pembangunan karena keberhasilan pembangunan merupakan kontribusi pendidikan
yang berkualitas termasuk didalamnya kesetaraan gender dalam pendidikan.
Ketidaksetaraan pada sektor pendidikan telah menjadi faktor utama yang paling
berpengaruh terhadap ketidaksetaraan gender secara menyeluruh. Hal ini sesuai
dengan yang diungkapkan Suryadi & Idris (2004) latar belakang pendidikan
yang belum setara antara laki-laki dan perempuan menjadi faktor penyebab
ketidaksetaraan gender dalam semua sektor seperti lapangan pekerjaan, jabatan,
peran di masyarakat, sampai pada masalah menyuarakan pendapat. UUD 1945
mengamanatkan, bahwa laki-lakidan perempuan mempunyai hak dan kewajiban yang
sama dalam pembangunan, termasuk pembangunan di bidang pendidikan.
Pendidikan yang rendah
pada berpengaruh pada akses terhadap
sumber-sumber produksi di mana mereka lebih banyak terkonsentrasi pada
pekerjaan informal yang berupah rendah. Selain itu pengaruh pendidikan
memperlihatkan kecenderungan semakin rendah tingkat pendidikan semakin besar
ketidaksetaraan gender dalam system pengupahan. Semakin tinggi tingkat
pendidikan perempuan diharapkan akan semakin tinggi pula kualitas sumber daya
manusia. Perempuanyang berpendidikan tinggi mampu membuat keluarganya lebih
sehat dan memberikan pendidikan yang lebih bermutu pada anaknya.Selain itu
perempuan berpendidikan tinggi memiliki peluang untuk mendapatkan pekerjaan yang
lebih baik. Sebaliknya, perempuan yang pendidikannya rendah akan lebih rentan
terhadap tidak kekerasan dan memiliki tingkat kesehatan dan ekonomi yang
cenderung lebih rendah.
Pada masyarakat pedesaan,
masih banyak perempuan yang berpendidikan rendah. Masyarakat masih mempunyai
anggapan bahwa takdir dan kodrat perempuan hanya ada di dapur dan menjadi istri
yang baik tanpa harus memiliki pendidikan yang tinggi.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
Latar Belakang di atas, maka ditemukan rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa
permasalahan social budaya yang ada di pedesaan?
2. Apa
sajakah foktor-faktor yang mempengaruhi adanya permasalahan tersebut?
C.
Tujuan Penulisan
Berdasarkan
Rumusan Masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut :
1. Untuk
mengetahui apa permasalahan social budaya yang ada di pedesaan.
2. Untuk
mengetahui apa sajakah faktor-faktor yang mempegaruhi adanya permasalahan
tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Permasalahan
Gender
adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan bukan hanya secara biologis
tapi secara social. Gender bukan hanya berarti perbedaan jenis kelamin
melainkan perbedaan antara laki-laki dan perempuan sebagai hasil dari
psikologis, social dan budaya. Menurut Nurhaeni (2009) ketidaksetaraan gender
adalah perlakuan diskriminatif/berbeda yang diterima perempuan atau laki-laki. Perlakuan
ini diberikan bukan berdasarkan atas kompetensi, aspirasi dan keinginannya sehingga
merugikan salah satu jenis kelamin. Ketidaksetaraan gender adalah ketidakadilan
bagi perempuan atau pun laki-laki berdasarkan sistem dan struktur yang ada.
Pembagian
peran, tidak akan menjadi masalah apabila dilakukan secara adil. Sehingga tidak
akan ada salah satu jenis kelamin yang dirugikan. Begitu pula dengan adanya
pendidikan. Setiap orang berhak menuntut ilmu, itu berarti bahwa semua orang
baik laki-laki maupun perempuan mempunyai hak dan kebebasan yang sama untuk
menempuh pendidikan.
Ketidaksetaraan
gender dalam pendidikan pada umumnya terjadi disetiap daerah khususnya di pedesaan.
Hal ini masih terjadi di daerah pede. Banyak orang tua yang berpendapat
bahwa anak perempuan tidak perlu bersekolah tinggi karena anak perempuan pada
akhirnya akan perhenti di “pawon”. Yang perlu mereka lakukan hanya menjadi
istri yang baik dengan mengerjakan pekerjaan rumah dan masak.
Pemikiran orang tua di
pedesaan masih sangat sempit, hal ini yang sangat merugikan perempuan.
Perempuan akan dianggap sebagai makhluk lemah dan dinomer duakan.
Ketidaksetaraan gender bidang pendidikan banyak merugikan perempuan, hal
tersebut dapat dilihat, anak perempuan cenderung putus sekolah ketika keuangan
keluarga tidak mencukupi, perempuan harus bertanggung jawab terhadap pekerjaan
rumah tangga, selain itu pendidikan yang rendah pada perempuan menyebabkan mereka
banyak terkonsentrasi pada pekerjaan informal dengan upah rendah. Lantas,
bagaimana dengan pejuangan Kartini untuk memerdekakan kaum hawa agar merdeka
dalam mencari ilmu. Masyarakat masih enggan dengan pemikiran-pemikiran baru dan
pola hidup baru. Padahal pada saat ini kita sudah berada dalam era demokrasi
dan emansipasi dimana perempuan mempunyai hak yang sama dalam belajar.
Tingkat
pendidikan yang berkualitas akan mampu menjadikan hidup lebih baik, khususnya
bagi kaum perempuan. Pendidikan merupakan senjata penting untuk mengembangkan
diri dan menggapai tujuan dari sebuah harapan. Ini merupakan tantangan bagi
seluruh masyarakat Indonesia selaku objek dan pihak penanggung jawab dalam hal
ini Pemerintah selaku penyelenggara untuk berusaha menjamin kualitas pendidikan
bagi anak-anak dan pemuda Republik Indonesia, tanpa melihat dari latar belakang
asal keluarga, dari mana mereka berasal, gender, suku, ras dan kecacatan (disapled),
mereka semua harus memiliki kesamaan dalam penyelenggaraan penididikan. Pendidikan
harus mampu memberikan ruang bagi perempuan untuk untuk meraih pendidikan
tingkat tinggi, mendapatkan pekerjaan yang layak, jaminan kesehatan dan
berpartisipasi aktif di masyarakat dan ini akan mendorong seluruh putra-putri
Indonesia memiliki kesempatan untuk hidup sejahtera. pendidikan yang tinggi
akan membantu kaum perempuan untuk mampu melihat potensi diri dan mengembangkan
mengembangkan kepercayaan diri mereka.
Salah satu tujuan
dari pendidikan ialah meningkatkan peluang untuk mendapatkan pekerjaan, menjaga
keluarga dari ancaman kemiskinan dan membantu mengikis perbedaan gender (gender
gaps). Bagi perempuan yang berpendidikan, memiliki status sudah bekerja
bukanlah hal yang utama, namun mereka harus memiliki pekerjaan yang mampu
menjamin dan menyediakan lingkungan yang baik dan pendapatan yang layak. Secara
khusus bagi perempuan, pendidikan akan membantu menghilangkan adanya perbedaan
gender dalam hal peluang untuk mendapatkan pekerjaan dan pembayaran (gaji) yang
sama dengan laki-laki.
Meningkatkan rasa
peduli terhadap pendidikan kaum perempuan adalah hal yang penting, sehingga
tercipta perempuan yang mandiri, memiliki pemahaman yang baik tentang bagaimana
menjaga nutrisi anak, melahirkan generasi yang berkualitas, mencegah keguguran
serta keseimbangan dalam kehidupan social. Dengan terciptanya kesamaan gender
dalam pendidikan akan meningkatkan sumber daya manusia di Indonesia dan dapat
menjadi solusi bagi permasalahan-permasalahan lain yang ada di Indonesia.
B.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Faktor-faktor
yang mempengaruhi adanya perbedaan gender dalam pendidikan di desa yaitu
sebagai berikut :
1. Pemikiran
masyarakat yang masih sempit.
Masyarakat terutama para orang tua masih
beranggapan bahwa kodrat perempuan hanya 3M yaitu Macak, Manak, Masak yang berarti dandan, melahirkan dan memasak.
Sehingga kurangnya dukungan para perempuan untuk melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi.
2. Biaya
Faktor biaya menjadi pertimbangan utama
untuk melanjutkan sekolah, pada usia sekolah mereka masih menggantungkan biaya
pendidikan pada orang tua. Apabila orang tua tidak memiliki uang cukup untuk
pendidikan maka mereka akan segera memutuskan untuk berhenti sekolah. Biaya
sekolah yang tinggi dibandingkan dengan lapangan pekerjaan yang tersedia di
desa membuat para perempuan desa menyerah untuk melanjutkan sekolah. Karena
dengan penghasilan orang tua yang hanya cukup untuk makan ditambah dengan biaya
pendidikan yang selangit akan membuat beban lebih untuk orang tua.
3. Jarak
Untuk mendapatkan pendidikan yang lebih
tinggi mereka harus rela jauh dari rumah, karena di pedesaan tidak ada tempat
pendidikan dengan fasilitas yang baik. hal ini juga menjadi pertimbangan para
orang tua untuk melepas anak perempuan mereka pergi. Masyarakat masih berpegang
teguh pada kebudayaan dan adat istiadat membuat mereka terlalu khawatir dan
tidak memberi kebebasan kepada anak perempuan untuk jauh dari rumah. Dengan
begini, maka perempuan masih dianggap sebagai makhluk lemah yang masih belum
bisa menjaga diri mereka sendiri.
4. Tradisi
Tradisi dan budaya nikah muda masih ada
di wilayah pedesaan. Mayoritas orang tua menginginkan anak perempuannya menikah
secepatnya, bahkan ada beberapa orang tua yang menjodohkan anaknya. Selain itu,
lingkungan juga membuat mereka menikah muda, para gadis desa tidak mau
dikatakan perawan tua karena tidak secepatnya menikah, ketika teman mereka ada
yang menikah maka teman yang lain juga tidak mau kalah dengan segera menikah.
Jadi tradisi nikah muda masih terjadi di pedasaan karena paksaan dari orang tua maupun karena malu karena teman
lainnya sudah menikah.
5. Bekerja
Tuntutan ekonomi dalam keluarga membuat anak
perempuan tidak mau lagi menjadi beban orang tua, mereka lebih memilih untuk
bekerja agar dapat membantu perekonomian keluarga. Sehingga mereka lebih memilih
bekerja dari pada melanjutkan pendidikan.
Dengan
adanya faktor-faktor tersebut maka terjadilah anggapan bahwa posisi perempuan
berada dibawah laki-laki, bahwa tugas perempuan adalah menyelesaikan pekerjaan
rumah, atau hanya sebagai buruh dengan upah yang sedikit.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas maka
dapat disimpulkan :
1. Permsalahan
yang ada di kecamatan Trawas adalah masih adanya diskriminasi gender dalam
pendidikan. Banyak perempuan yang tidak dapat melanjutkan pendidikan ke tingkat
yang lebih tinggi karena beberapa faktor, yang mengakibatkan perempuan selalu
dianggap sebagai makhluk lemah dan hanya ditakdirkan untuk ada di dapur saja.
Mereka menganggap bahwa perempuan tidak harus mempunyai pendidikan yang tinggi,
perempuan hanya cukup menjadi istri yang baik untuk suaminya.
2. Diskriminasi
gender pendidikan sangat merugikan untuk perempuan yang dipengaruhi beberapa
faktor yaitu : sempitnya pemikiran masyarakat, biaya, jarak, tradisi dan
pekerjaan.
B. Saran
Dengan adanya makalah
ini, diharapkan masyarakat lebih membuka pikiran bahwa perempuan juga mempunyai
pendidikan yang sama, karena dengan adanya tingkat pendidikan yang tinggi pada
perempuan akan dapat memberikan nutrisi yang baik untuk anaknya, membantu perekonomian
keluaraga dan lebih bisa menjadi ibu yang baik untuk anaknya. Jadi perempuan
yang berpendidikan yang tinggi juga bisa menjadi istri dan ibu yang baik untuk
keluarganya.
Ini merupakan tantangan
bagi seluruh masyarakat Indonesia selaku objek dan pihak penanggung jawab dalam
hal ini Pemerintah selaku penyelenggara untuk berusaha menjamin kualitas
pendidikan bagi anak-anak dan pemuda Republik Indonesia, tanpa melihat dari
latar belakang asal keluarga, dari mana mereka berasal, gender, suku, ras dan
kecacatan (disapled), mereka semua harus memiliki kesamaan dalam
penyelenggaraan penididikan. Pendidikan harus mampu memberikan ruang bagi
perempuan untuk untuk meraih pendidikan tingkat tinggi, mendapatkan pekerjaan
yang layak, jaminan kesehatan dan berpartisipasi aktif di masyarakat dan ini
akan mendorong seluruh putra-putri Indonesia memiliki kesempatan untuk hidup
sejahtera.
Selain itu, untuk para perempuan jangan mudah
putus asa untuk menggapai cita-cita karena “there
is a will there is a way”. Jangan pernah puas untuk mendapatkan sesuatu
yang baik, berasal dari manapun kita dan dari keluarga manapun kita, perempuan
juga manusia yang mempunyai hak yang sama untuk berkembang dan hidup dengan
baik.
DAFTAR
PUSTAKA
Fransiscaveria.
2014. Bentuk-bentuk Masalah Sosial. (online) http://www.slideshare.net/fransiscaveria/sosiologi-kelas-xi-bentuk-bentuk-masalah-sosial, diakses pada
22 Desember 2014
Nafisatun, Siti. 2013. Pentingnya
Pendidikan Bagi Kaum Perempuan. (online), http://manubanat - kudus.sch.id/index.php/pendidikan/93-pentingnya-pendidikan-bagi-kaum-perempuan, diakses pada
22 Desember 2014)
Sugandi,Budi.
2014. Urgensi Pendidikan Bagi Kaum Perempuan. (online), https://cakrawalaruhum.wordpress.com/2014/03/12/urgensi-pendidikan-bagi-kaum-perempuan/ , diakses pada
22 Desember 2014)
Wibawa,
Dwika. 2013. Masalah masyarakat Pedesaan dan Perkotaan. (online) http://dwikaprajawibawa.blogspot.com/2013/01/masalah-masyarakat-pedesaan-dan.html, diakses pada
22 Desember 2014)
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar