Selasa, Desember 23, 2014

Diskriminasi Gender dalam Pendidikan



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Masalah Sosial adalah perbedaan antara harapan dan kenyataan atau sebagai kesenjangan antara situasi yang ada dengan situasi yang seharusnya (Jenssen, 1992). Masalah sosial dipandang oleh sejumlah orang dalam masyarakat sebagai sesuatu kondisi yang tidak diharapkan. Menurut Lesli, masalah sosial sebagai suatu kondisi yang mempunyai pengaruh terhadap kehidupan sebagian besar warga masyarakat sebagai sesuatu yang tidak diinginkan atau tidak disukai dan karena perlunya untuk diatasi atau diperbaiki. Suatu masalah baru dapat dikatakan sebagai masalah sosial apabila kondisinya dirasakan oleh banyak orang. Namun,tidak ada batasan mengenai berapa jumlah orang  yang harus merasakan masalah tersebut. Jika suatu masalah mendapat perhatian dan pembicaraan yang lebih dari satu orang, masalah tersebut adalah masalah sosial.
Masalah sosial muncul akibat terjadinya perbedaan yang mencolok antara nilai dalam masyarakat dengan realita yang ada. Yang dapat menjadi sumber masalah sosial yaitu seperti proses sosial dan bencana alam. Adanya masalah sosial dalam masyarakat ditetapkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan khusus seperti tokoh masyarakat, pemerintah, organisasi sosial, musyawarah masyarakat, dan lain sebagainya.
Masalah sosial dapat dikategorikan menjadi 4 (empat) jenis faktor, yakni antara lain :
1. Faktor Ekonomi : Kemiskinan, pengangguran, dll.
2. Faktor Budaya : Perceraian, kenakalan remaja, dll.
3. Faktor Biologis : Penyakit menular, keracunan makanan, dsb.
4. Faktor Psikologis : penyakit syaraf, aliran sesat, dsb
5. Faktor Pendidikan
Banyak sekali permasalahan social budaya yang ada di Indonesia, namun pendidikan adalah masalah yang paling penting yang harus segera diatasi, terutama di daerah pedesaan lebih khususnya lagi pendidikan untuk para kaum hawa. Pendidikan tidak bisa dilepaskan dengan pembangunan karena keberhasilan pembangunan merupakan kontribusi pendidikan yang berkualitas termasuk didalamnya kesetaraan gender dalam pendidikan. Ketidaksetaraan pada sektor pendidikan telah menjadi faktor utama yang paling berpengaruh terhadap ketidaksetaraan gender secara menyeluruh. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Suryadi & Idris (2004) latar belakang pendidikan yang belum setara antara laki-laki dan perempuan menjadi faktor penyebab ketidaksetaraan gender dalam semua sektor seperti lapangan pekerjaan, jabatan, peran di masyarakat, sampai pada masalah menyuarakan pendapat. UUD 1945 mengamanatkan, bahwa laki-lakidan perempuan mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam pembangunan, termasuk pembangunan di bidang pendidikan.
Pendidikan yang rendah pada   berpengaruh pada akses terhadap sumber-sumber produksi di mana mereka lebih banyak terkonsentrasi pada pekerjaan informal yang berupah rendah. Selain itu pengaruh pendidikan memperlihatkan kecenderungan semakin rendah tingkat pendidikan semakin besar ketidaksetaraan gender dalam system pengupahan. Semakin tinggi tingkat pendidikan perempuan diharapkan akan semakin tinggi pula kualitas sumber daya manusia. Perempuanyang berpendidikan tinggi mampu membuat keluarganya lebih sehat dan memberikan pendidikan yang lebih bermutu pada anaknya.Selain itu perempuan berpendidikan tinggi memiliki peluang untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Sebaliknya, perempuan yang pendidikannya rendah akan lebih rentan terhadap tidak kekerasan dan memiliki tingkat kesehatan dan ekonomi yang cenderung lebih rendah.
Pada masyarakat pedesaan, masih banyak perempuan yang berpendidikan rendah. Masyarakat masih mempunyai anggapan bahwa takdir dan kodrat perempuan hanya ada di dapur dan menjadi istri yang baik tanpa harus memiliki pendidikan yang tinggi.

B.    Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar Belakang di atas, maka ditemukan rumusan masalah sebagai berikut :
1.     Apa permasalahan social budaya yang ada di pedesaan?
2.     Apa sajakah foktor-faktor yang mempengaruhi adanya permasalahan tersebut?

C.    Tujuan Penulisan
Berdasarkan Rumusan Masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.     Untuk mengetahui apa permasalahan social budaya yang ada di pedesaan.
2.     Untuk mengetahui apa sajakah faktor-faktor yang mempegaruhi adanya permasalahan tersebut.
  BAB II
PEMBAHASAN

A.    Permasalahan
Gender adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan bukan hanya secara biologis tapi secara social. Gender bukan hanya berarti perbedaan jenis kelamin melainkan perbedaan antara laki-laki dan perempuan sebagai hasil dari psikologis, social dan budaya. Menurut Nurhaeni (2009) ketidaksetaraan gender adalah perlakuan diskriminatif/berbeda yang diterima perempuan atau laki-laki. Perlakuan ini diberikan bukan berdasarkan atas kompetensi, aspirasi dan keinginannya sehingga merugikan salah satu jenis kelamin. Ketidaksetaraan gender adalah ketidakadilan bagi perempuan atau pun laki-laki berdasarkan sistem dan struktur yang ada.
Pembagian peran, tidak akan menjadi masalah apabila dilakukan secara adil. Sehingga tidak akan ada salah satu jenis kelamin yang dirugikan. Begitu pula dengan adanya pendidikan. Setiap orang berhak menuntut ilmu, itu berarti bahwa semua orang baik laki-laki maupun perempuan mempunyai hak dan kebebasan yang sama untuk menempuh pendidikan.
Ketidaksetaraan gender dalam pendidikan pada umumnya terjadi disetiap daerah khususnya di pedesaan. Hal ini masih terjadi di daerah pede. Banyak orang tua yang berpendapat bahwa anak perempuan tidak perlu bersekolah tinggi karena anak perempuan pada akhirnya akan perhenti di “pawon”. Yang perlu mereka lakukan hanya menjadi istri yang baik dengan mengerjakan pekerjaan rumah dan masak.
Pemikiran orang tua di pedesaan masih sangat sempit, hal ini yang sangat merugikan perempuan. Perempuan akan dianggap sebagai makhluk lemah dan dinomer duakan. Ketidaksetaraan gender bidang pendidikan banyak merugikan perempuan, hal tersebut dapat dilihat, anak perempuan cenderung putus sekolah ketika keuangan keluarga tidak mencukupi, perempuan harus bertanggung jawab terhadap pekerjaan rumah tangga, selain itu pendidikan yang rendah pada perempuan menyebabkan mereka banyak terkonsentrasi pada pekerjaan informal dengan upah rendah. Lantas, bagaimana dengan pejuangan Kartini untuk memerdekakan kaum hawa agar merdeka dalam mencari ilmu. Masyarakat masih enggan dengan pemikiran-pemikiran baru dan pola hidup baru. Padahal pada saat ini kita sudah berada dalam era demokrasi dan emansipasi dimana perempuan mempunyai hak yang sama dalam belajar.
Tingkat pendidikan yang berkualitas akan mampu menjadikan hidup lebih baik, khususnya bagi kaum perempuan. Pendidikan merupakan senjata penting untuk mengembangkan diri dan menggapai tujuan dari sebuah harapan. Ini merupakan tantangan bagi seluruh masyarakat Indonesia selaku objek dan pihak penanggung jawab dalam hal ini Pemerintah selaku penyelenggara untuk berusaha menjamin kualitas pendidikan bagi anak-anak dan pemuda Republik Indonesia, tanpa melihat dari latar belakang asal keluarga, dari mana mereka berasal, gender, suku, ras dan kecacatan (disapled), mereka semua harus memiliki kesamaan dalam penyelenggaraan penididikan. Pendidikan harus mampu memberikan ruang bagi perempuan untuk untuk meraih pendidikan tingkat tinggi, mendapatkan pekerjaan yang layak, jaminan kesehatan dan berpartisipasi aktif di masyarakat dan ini akan mendorong seluruh putra-putri Indonesia memiliki kesempatan untuk hidup sejahtera. pendidikan yang tinggi akan membantu kaum perempuan untuk mampu melihat potensi diri dan mengembangkan mengembangkan kepercayaan diri mereka.
Salah satu tujuan dari pendidikan ialah meningkatkan peluang untuk mendapatkan pekerjaan, menjaga keluarga dari ancaman kemiskinan dan membantu mengikis perbedaan gender (gender gaps). Bagi perempuan yang berpendidikan, memiliki status sudah bekerja bukanlah hal yang utama, namun mereka harus memiliki pekerjaan yang mampu menjamin dan menyediakan lingkungan yang baik dan pendapatan yang layak. Secara khusus bagi perempuan, pendidikan akan membantu menghilangkan adanya perbedaan gender dalam hal peluang untuk mendapatkan pekerjaan dan pembayaran (gaji) yang sama dengan laki-laki.
Meningkatkan rasa peduli terhadap pendidikan kaum perempuan adalah hal yang penting, sehingga tercipta perempuan yang mandiri, memiliki pemahaman yang baik tentang bagaimana menjaga nutrisi anak, melahirkan generasi yang berkualitas, mencegah keguguran serta keseimbangan dalam kehidupan social. Dengan terciptanya kesamaan gender dalam pendidikan akan meningkatkan sumber daya manusia di Indonesia dan dapat menjadi solusi bagi permasalahan-permasalahan lain yang ada di Indonesia.

B.    Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Faktor-faktor yang mempengaruhi adanya perbedaan gender dalam pendidikan di desa yaitu sebagai berikut :
1.     Pemikiran masyarakat yang masih sempit.
Masyarakat terutama para orang tua masih beranggapan bahwa kodrat perempuan hanya 3M yaitu Macak, Manak, Masak yang berarti dandan, melahirkan dan memasak. Sehingga kurangnya dukungan para perempuan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
2.     Biaya
Faktor biaya menjadi pertimbangan utama untuk melanjutkan sekolah, pada usia sekolah mereka masih menggantungkan biaya pendidikan pada orang tua. Apabila orang tua tidak memiliki uang cukup untuk pendidikan maka mereka akan segera memutuskan untuk berhenti sekolah. Biaya sekolah yang tinggi dibandingkan dengan lapangan pekerjaan yang tersedia di desa membuat para perempuan desa menyerah untuk melanjutkan sekolah. Karena dengan penghasilan orang tua yang hanya cukup untuk makan ditambah dengan biaya pendidikan yang selangit akan membuat beban lebih untuk orang tua.
3.     Jarak
Untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi mereka harus rela jauh dari rumah, karena di pedesaan tidak ada tempat pendidikan dengan fasilitas yang baik. hal ini juga menjadi pertimbangan para orang tua untuk melepas anak perempuan mereka pergi. Masyarakat masih berpegang teguh pada kebudayaan dan adat istiadat membuat mereka terlalu khawatir dan tidak memberi kebebasan kepada anak perempuan untuk jauh dari rumah. Dengan begini, maka perempuan masih dianggap sebagai makhluk lemah yang masih belum bisa menjaga diri mereka sendiri.
4.     Tradisi
Tradisi dan budaya nikah muda masih ada di wilayah pedesaan. Mayoritas orang tua menginginkan anak perempuannya menikah secepatnya, bahkan ada beberapa orang tua yang menjodohkan anaknya. Selain itu, lingkungan juga membuat mereka menikah muda, para gadis desa tidak mau dikatakan perawan tua karena tidak secepatnya menikah, ketika teman mereka ada yang menikah maka teman yang lain juga tidak mau kalah dengan segera menikah.
Jadi tradisi nikah muda masih terjadi di pedasaan karena paksaan dari orang tua maupun karena malu karena teman lainnya sudah menikah.
5.     Bekerja
Tuntutan ekonomi dalam keluarga membuat anak perempuan tidak mau lagi menjadi beban orang tua, mereka lebih memilih untuk bekerja agar dapat membantu perekonomian keluarga. Sehingga mereka lebih memilih bekerja dari pada melanjutkan pendidikan.
Dengan adanya faktor-faktor tersebut maka terjadilah anggapan bahwa posisi perempuan berada dibawah laki-laki, bahwa tugas perempuan adalah menyelesaikan pekerjaan rumah, atau hanya sebagai buruh dengan upah yang sedikit.

 BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan :
1.     Permsalahan yang ada di kecamatan Trawas adalah masih adanya diskriminasi gender dalam pendidikan. Banyak perempuan yang tidak dapat melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi karena beberapa faktor, yang mengakibatkan perempuan selalu dianggap sebagai makhluk lemah dan hanya ditakdirkan untuk ada di dapur saja. Mereka menganggap bahwa perempuan tidak harus mempunyai pendidikan yang tinggi, perempuan hanya cukup menjadi istri yang baik untuk suaminya.
2.     Diskriminasi gender pendidikan sangat merugikan untuk perempuan yang dipengaruhi beberapa faktor yaitu : sempitnya pemikiran masyarakat, biaya, jarak, tradisi dan pekerjaan.

B.    Saran
Dengan adanya makalah ini, diharapkan masyarakat lebih membuka pikiran bahwa perempuan juga mempunyai pendidikan yang sama, karena dengan adanya tingkat pendidikan yang tinggi pada perempuan akan dapat memberikan nutrisi yang baik untuk anaknya, membantu perekonomian keluaraga dan lebih bisa menjadi ibu yang baik untuk anaknya. Jadi perempuan yang berpendidikan yang tinggi juga bisa menjadi istri dan ibu yang baik untuk keluarganya.
Ini merupakan tantangan bagi seluruh masyarakat Indonesia selaku objek dan pihak penanggung jawab dalam hal ini Pemerintah selaku penyelenggara untuk berusaha menjamin kualitas pendidikan bagi anak-anak dan pemuda Republik Indonesia, tanpa melihat dari latar belakang asal keluarga, dari mana mereka berasal, gender, suku, ras dan kecacatan (disapled), mereka semua harus memiliki kesamaan dalam penyelenggaraan penididikan. Pendidikan harus mampu memberikan ruang bagi perempuan untuk untuk meraih pendidikan tingkat tinggi, mendapatkan pekerjaan yang layak, jaminan kesehatan dan berpartisipasi aktif di masyarakat dan ini akan mendorong seluruh putra-putri Indonesia memiliki kesempatan untuk hidup sejahtera.
       Selain itu, untuk para perempuan jangan mudah putus asa untuk menggapai cita-cita karena “there is a will there is a way”. Jangan pernah puas untuk mendapatkan sesuatu yang baik, berasal dari manapun kita dan dari keluarga manapun kita, perempuan juga manusia yang mempunyai hak yang sama untuk berkembang dan hidup dengan baik.


DAFTAR PUSTAKA
Fransiscaveria. 2014. Bentuk-bentuk Masalah Sosial. (online) http://www.slideshare.net/fransiscaveria/sosiologi-kelas-xi-bentuk-bentuk-masalah-sosial, diakses pada 22 Desember 2014
Nafisatun, Siti. 2013. Pentingnya Pendidikan Bagi Kaum Perempuan. (online), http://manubanat -   kudus.sch.id/index.php/pendidikan/93-pentingnya-pendidikan-bagi-kaum-perempuan, diakses pada 22 Desember 2014)
Sugandi,Budi. 2014. Urgensi Pendidikan Bagi Kaum Perempuan. (online), https://cakrawalaruhum.wordpress.com/2014/03/12/urgensi-pendidikan-bagi-kaum-perempuan/ , diakses pada 22 Desember 2014)
Wibawa, Dwika. 2013. Masalah masyarakat Pedesaan dan Perkotaan. (online) http://dwikaprajawibawa.blogspot.com/2013/01/masalah-masyarakat-pedesaan-dan.html, diakses pada 22 Desember 2014)
.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar